Saturday, August 18, 2007
Sejarah Pembakaran Masjid Al-Aqsa
Hari Isnin 21 Ogos adalah hari peringatan ke-37 tahun sejarah pembakaran Masjid Al-Aqsa. Hingga ke saat ini, ancaman pembakaran tersebut masih terasa, terutama dai kalangan Yahudi yang radikal, selaras dengan peningkatan projek meYahudikan wilayah al-Quds dan projek merobohkan Masjid Al-Aqsa oleh rejim Israel.
Pada tarikh ini dalam tahun 1969, tangan-tangan durhaka dan penuh dengki telah membakar masjid yang penuh barakah ini, yang merupakan kiblat pertama umat Islam, wilayah al-Haram ketiga dalam Islam, dan tempat mi'rajnya Rasulullah saw ke Sidratul Muntaha. Kini masjid ini berada dalam bahaya ancaman golongan Yahudi radikal yang ingin menguasai tempat-tempat suci umat Islam di wilayah Palestin yang terjajah.
Peristiwa pembakaran ini adalah rentetan penodaan mereka terhadap masjid Al-Aqsa yang terus dilakukan hingga saat ini. Golongan Zionis ini sering kali melanggar undang-undang dan ketetapan antarabangsa dengan sokongan dan dokongan dari rejim haram Israel. Mereka merobek semua hak bangsa Palestin, terutama terhadap peninggalan- peninggalan sejarah Islam. Pembakaran pertama kali itu telah berlaku di bahagian timur masjid Al-Aqsa, termasuk di dalamnya masjid Umar Al-Khattab, mihrab Salahuddin dan mimbar Sultan Nuruddin Zanki. Pada tahun 1969 juga, rejim Israel telah melenyapkan perkamungan Islam al-Mugharabah yang berada di sisi masjid Al-Aqsa. Mereka juga menghancurkan sejumlah masjid dan sekolah yang telah dibangunkan pada zaman Bani Umayyah.
Sejak penjajahan Israel ke atas al-Quds pada tahun 1967, Israel telah menghancurkan semua bangunan-bangunan yang bercirikan Islam di sekitar masjid Al-Aqsa, dengan tujuan untuk menghilangkan semua identiti umat Islam di wilayah tersebut. Termasuk dalam kekejidan mereka adalah menghancurkan jalan menuju ke maqam muslimin yang terletak di al-Haran al-Qudsy. Mereka juga menghancurkan maqam al-Rahmah dan Yusuf dan menggantikannya dengan pengkalan tentera Israel.
Kejahatan mereka yang paling berbahaya adalah meYahudikan al-Quds dengan melakukan semua cara dan kaedah illegal, seperti rampasan tanah, hak-milik dan bentuk-bentuk intimidasi terhadap bangsa Arab dan kaum muslimin demi program imigrasi Yahudi dari seluruh pelusuk dunia ke wilayah al-Quds. Bahkan mereka ingin menjadikan wilayah tersebut sebagai ibu kota abadi Yahudi.
Israel secara terus menerus menyiksa dan menakut-nakuti warga Palestin. Contohnya, dalam Februari 1994, sekelompok penduduk Yahudi memukul jamaah masjid al-Ibrahimi Hebron, Tepi Barat yang sedang melaksanakan shalat shubuh. Akibatnya, puluhan kaum muslimin meninggal syahid dan ratusan orang lainya tercedera. Pada bulan yang sama sejumlah kelompok Yahudi radikal mengancam akan menghancurkan Masjid al-Aqsha. Mereka merampas ribuan hektar tanah warga yang merupakan sumber penghidupan bagi ratusan keluarga Palestin.
Mereka membina tembok pemisah yang menyekat rakyat Palestin dari kebun mereka, anak-anak dari sekolah mereka, masjid-masjid, dan berbagai lagi hak asasi. Pada bulan Julai 2004 PBB mengeluarkan ketetapan tentang penghapusan tembok pemisah tersebut, namun seolah-olah tidak ada apa yang boleh menggugat projek hina tersebut.
Peringatan kepada peristiwa pembakaran masjid Al-Aqsa kali ini berlangsung di tengah rancangan Israel meYahudikan warga al-Quds dan melarang penggunaan simbol-simbol keagamaan di wilayah tersebut. Mereka semakin meningkatkan rampasan tanah milik bangsa Arab untuk dijadikan koloni pendudukan Yahudi, dalam usaha mereka untuk merubah demografi al-Quds dan penguasaan terhadap lembaga-lembaga dan yayasan milik Palestin.
Wakil ketua gerakan Islam di wilayah jajahan, Syaikh Kamal al-Khotib mengajak seluruh bangsa Arab bergerak menekan pemerintah masing-masing agar bersikap tegas dalam masalah ini. Ia menekankan bahwa masalah al-Aqsa bukan masalah bangsa Palestina saja, namun menjadi sebahagian dari masalah kaum muslimin sedunia. Beliau juga mengajak semua pihak untuk membebaskan Al-Aqsha dari ancaman Yahudi tersebut.
Khotib berkata, "saya menyeru kepada sebagian negara-negara Arab yang menyeru untuk berunding dengan Israel tentang hak-hak bangsa Palestina dan pembahagian al-Quds. Saya katakan Masjid al-Aqsha adalah hak murni bangsa Palestina. Hal ini tidak boleh dirunding-runding lagi." Pada kesempatan yang sama Khotib mengajak media Arab agar menghormati simbol-simbol ummat Islam, bahwa mereka pun mempunyai tanggung jawab terhadap Masjid al-Aqsha ini dengan menyiarkan semua kejahatan-kejahatan Israel terhadapnya. Khotib berkata, 37 tahun sudah berlalu, namun kelompok Yahudi radikal tidak beranjak dari niat mereka untuk menghancurkan Masjid al-Aqsha atas dokongan penuh rejim haram Israel.
Dengan demikian kedudukan al-Aqsha saat ini semakin berbahaya. Semua tanda menunjukkan bahawa waktu penghancuran Al-Aqsha semakin dekat. Dimulai dengan penggalian terowongan di bawah masjid, terutama terowongan yang terletak antara Al-Aqsha dan perkampungan Silwan. Diteruskan pula dengan penggalian dan pembangunan gerbang al-Mugharabah. Bukti nyata niat mereka untuk menghancurkan al-Aqsha, dengan diberikan dana sebesar enam juta shekel atau USD1.5 juta untuk memperluas tembok al-Burak dan gerbang al-Mugharabah.
Disamping itu, dikenakan juga larangan masuk Masjid Al-Aqsha bagi warga Palestina yang berumur kurang dari 45 tahun serta larangan mengadakan kegiatan agama selain shalat di dalam masjid. Semua larangan Israel ini berlangsung di tengah ketidak-pedulian banga Arab, dan Israel semakin mantap dan tenang menghapuskan identiti Islam dari wilayah al-Quds.
Pada tarikh ini dalam tahun 1969, tangan-tangan durhaka dan penuh dengki telah membakar masjid yang penuh barakah ini, yang merupakan kiblat pertama umat Islam, wilayah al-Haram ketiga dalam Islam, dan tempat mi'rajnya Rasulullah saw ke Sidratul Muntaha. Kini masjid ini berada dalam bahaya ancaman golongan Yahudi radikal yang ingin menguasai tempat-tempat suci umat Islam di wilayah Palestin yang terjajah.
Peristiwa pembakaran ini adalah rentetan penodaan mereka terhadap masjid Al-Aqsa yang terus dilakukan hingga saat ini. Golongan Zionis ini sering kali melanggar undang-undang dan ketetapan antarabangsa dengan sokongan dan dokongan dari rejim haram Israel. Mereka merobek semua hak bangsa Palestin, terutama terhadap peninggalan- peninggalan sejarah Islam. Pembakaran pertama kali itu telah berlaku di bahagian timur masjid Al-Aqsa, termasuk di dalamnya masjid Umar Al-Khattab, mihrab Salahuddin dan mimbar Sultan Nuruddin Zanki. Pada tahun 1969 juga, rejim Israel telah melenyapkan perkamungan Islam al-Mugharabah yang berada di sisi masjid Al-Aqsa. Mereka juga menghancurkan sejumlah masjid dan sekolah yang telah dibangunkan pada zaman Bani Umayyah.
Sejak penjajahan Israel ke atas al-Quds pada tahun 1967, Israel telah menghancurkan semua bangunan-bangunan yang bercirikan Islam di sekitar masjid Al-Aqsa, dengan tujuan untuk menghilangkan semua identiti umat Islam di wilayah tersebut. Termasuk dalam kekejidan mereka adalah menghancurkan jalan menuju ke maqam muslimin yang terletak di al-Haran al-Qudsy. Mereka juga menghancurkan maqam al-Rahmah dan Yusuf dan menggantikannya dengan pengkalan tentera Israel.
Kejahatan mereka yang paling berbahaya adalah meYahudikan al-Quds dengan melakukan semua cara dan kaedah illegal, seperti rampasan tanah, hak-milik dan bentuk-bentuk intimidasi terhadap bangsa Arab dan kaum muslimin demi program imigrasi Yahudi dari seluruh pelusuk dunia ke wilayah al-Quds. Bahkan mereka ingin menjadikan wilayah tersebut sebagai ibu kota abadi Yahudi.
Israel secara terus menerus menyiksa dan menakut-nakuti warga Palestin. Contohnya, dalam Februari 1994, sekelompok penduduk Yahudi memukul jamaah masjid al-Ibrahimi Hebron, Tepi Barat yang sedang melaksanakan shalat shubuh. Akibatnya, puluhan kaum muslimin meninggal syahid dan ratusan orang lainya tercedera. Pada bulan yang sama sejumlah kelompok Yahudi radikal mengancam akan menghancurkan Masjid al-Aqsha. Mereka merampas ribuan hektar tanah warga yang merupakan sumber penghidupan bagi ratusan keluarga Palestin.
Mereka membina tembok pemisah yang menyekat rakyat Palestin dari kebun mereka, anak-anak dari sekolah mereka, masjid-masjid, dan berbagai lagi hak asasi. Pada bulan Julai 2004 PBB mengeluarkan ketetapan tentang penghapusan tembok pemisah tersebut, namun seolah-olah tidak ada apa yang boleh menggugat projek hina tersebut.
Peringatan kepada peristiwa pembakaran masjid Al-Aqsa kali ini berlangsung di tengah rancangan Israel meYahudikan warga al-Quds dan melarang penggunaan simbol-simbol keagamaan di wilayah tersebut. Mereka semakin meningkatkan rampasan tanah milik bangsa Arab untuk dijadikan koloni pendudukan Yahudi, dalam usaha mereka untuk merubah demografi al-Quds dan penguasaan terhadap lembaga-lembaga dan yayasan milik Palestin.
Wakil ketua gerakan Islam di wilayah jajahan, Syaikh Kamal al-Khotib mengajak seluruh bangsa Arab bergerak menekan pemerintah masing-masing agar bersikap tegas dalam masalah ini. Ia menekankan bahwa masalah al-Aqsa bukan masalah bangsa Palestina saja, namun menjadi sebahagian dari masalah kaum muslimin sedunia. Beliau juga mengajak semua pihak untuk membebaskan Al-Aqsha dari ancaman Yahudi tersebut.
Khotib berkata, "saya menyeru kepada sebagian negara-negara Arab yang menyeru untuk berunding dengan Israel tentang hak-hak bangsa Palestina dan pembahagian al-Quds. Saya katakan Masjid al-Aqsha adalah hak murni bangsa Palestina. Hal ini tidak boleh dirunding-runding lagi." Pada kesempatan yang sama Khotib mengajak media Arab agar menghormati simbol-simbol ummat Islam, bahwa mereka pun mempunyai tanggung jawab terhadap Masjid al-Aqsha ini dengan menyiarkan semua kejahatan-kejahatan Israel terhadapnya. Khotib berkata, 37 tahun sudah berlalu, namun kelompok Yahudi radikal tidak beranjak dari niat mereka untuk menghancurkan Masjid al-Aqsha atas dokongan penuh rejim haram Israel.
Dengan demikian kedudukan al-Aqsha saat ini semakin berbahaya. Semua tanda menunjukkan bahawa waktu penghancuran Al-Aqsha semakin dekat. Dimulai dengan penggalian terowongan di bawah masjid, terutama terowongan yang terletak antara Al-Aqsha dan perkampungan Silwan. Diteruskan pula dengan penggalian dan pembangunan gerbang al-Mugharabah. Bukti nyata niat mereka untuk menghancurkan al-Aqsha, dengan diberikan dana sebesar enam juta shekel atau USD1.5 juta untuk memperluas tembok al-Burak dan gerbang al-Mugharabah.
Disamping itu, dikenakan juga larangan masuk Masjid Al-Aqsha bagi warga Palestina yang berumur kurang dari 45 tahun serta larangan mengadakan kegiatan agama selain shalat di dalam masjid. Semua larangan Israel ini berlangsung di tengah ketidak-pedulian banga Arab, dan Israel semakin mantap dan tenang menghapuskan identiti Islam dari wilayah al-Quds.
Friday, August 17, 2007
Pokok Ghargad / African Boxthorn
African Boxthorn adalah nama lain bagi pokok ini. Boleh tengok di laman ini Jewish National Fund.( http://www.inf.org). Dari maklumat yang ada di laman itu, Yahudi ini memujudkan satu dana kebangsaan khas untuk penanaman Pokok Ghargad!!! Bayangkan, satu dana kebangsaan khas untuk tujuan tersebut di samping TUJUAN UTAMAnya adalah mencari tanah untuk puak2 Yahudi ini tinggal. JNF ini juga menyatakan mereka telah berjaya menanam sebanyak 220 juta pokok di samping projek-projek lain.
"Ghargad' Penolong Yahudi???
Artikel Asal HAPPIS BASHA
BERBICARA tentang Yahudi, sudah tentunya umat Islam tahu akan perihal bangsa ini. Yahudi adalah satu bangsa yang dilaknat Allah s.w.t dan merupakan satu bangsa yang amat hina.
Mereka juga menolak ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi Musa, padahal Nabi Musa telah menyelamatkan mereka daripada kezaliman Firaun. Mereka juga telah membunuh nabi-nabi sesudah Nabi Musa seperti Nabi Zakaria dan Nabi Yahya.
Malah mereka juga cuba membunuh Nabi Isa tetapi Allah s.w.t lebih awal mengangkatnya ke langit. Kaum terlaknat ini juga telah beberapa kali cuba membunuh Rasulullah s.a.w di Madinah.
Mereka berusaha membongkar makam Nabi s.a.w. Selain itu, manusia paling hina di muka bumi ini telah menceroboh Palestin, menghalau dan membunuh umat Islam dengan kejam, tanpa henti. Kini, Lubnan pula menjadi mangsa kejahatan mereka. Benarlah akan peringatan Allah kepada kita tentang mereka, sebagai firman Allah yang bermaksud, “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik...” (Al-Maidah: 82)
Kebiadaban orang-orang Yahudi juga tercatat di dalam sejarah melalui peristiwa pembakaran Baitulmaqdis pada 21 Ogos 1969. Bukan setakat membakar, mereka juga mengadakan pesta di dalamnya dan melakukan perzinaan.
Mereka turut mengotori, memusnahkan dan membuang najis di dalamnya. Kesucian dan kemurnian Masjidil Aqsa telah benar-benar dinodai oleh manusia durjana ini.
Sebelum Islam membuka kota suci ini, kota ini diperintah oleh kerajaan Rom (Byzantium) dan orang-orang Kristian pada waktu itu hanya menjadikan Baitulmaqdis sebagai tempat pembuangan sampah. Mereka lakukan hal itu kerana terlalu bencikan orang-orang Yahudi yang menganggap tempat tersebut adalah Haikal (Nabi) Sulaiman.
Yahudi (Bahasa Ibrani: Yehudim; Bahasa Yiddish: Yiden) ialah istilah untuk kedua-dua: agama dan kaum. Jika dilihat berdasarkan agama, istilah ini merujuk kepada umat agama Yahudi sama ada mereka beretnik Yahudi ataupun tidak.
Berdasarkan etnik, ia merujuk kepada mereka yang nenek moyangnya Jacob (Yaakob), anak Issac (Ishak), anak kepada Abraham (Ibrahim) dan Sara (Sarah). Etnik Yahudi jugalah termasuk Yahudi Tahih, dan Yahudi yang tidak memegang kepada agama Yahudi tetapi beridentiti Yahudi dalam aspek adat resam dan kaum.
Agama Yahudi ialah gabungan agama dan kumpulan etnik tidak eksklusif (bermaksud kumpulan etnik ini mempunyai cara orang lain memasukinya). Dengan tidak memegang kepada prinsip-prinsip agama, Yahudi tidak menjadikan seorang Yahudi kehilangan status Yahudinya.
Sesungguhnya Rasulullah s.a.w telah menjanjikan kepada kita bahawa kaum Yahudi akan dihapuskan, mereka akan dibunuh oleh umat Islam sehingga tidak ada yang tersisa seperti sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud: "Tidak akan berlaku kiamat sehinggalah orang-umat Islam berperang dengan orang-orang Yahudi (di sebuah tempat). Orang-umat Islam akan membunuh mereka beramai-ramai sehinggakan apabila mereka bersembunyi di sebalik batu dan pokok, tiba-tiba pokok-pokok dan batu-batu itu bersuara menjerit memanggil umat Islam agar membunuh orang-orang Yahudi itu, kecuali pokok ´Gharqad´, kerana ia adalah pokok Yahudi.” (Riwayat -Bukhari dan Muslim)
Bagaimanapun, apa yang menjadi persoalan, adakah pokok ‘Ghargad’ ini akan menjadi tempat persembunyian mereka sehingga mereka sanggup menghabiskan berjuta-juta ringgit untuk menanam pokok-pokok tersebut? (gambar di atas). Sudah tentunya mereka tahu kebenaran melalui hadis ini.
Yahudi! Yahudi! Percaya pada kebenaran Islam tetapi masih tidak mahu bersujud kepada Allah s.w.t. Jika benar, umat Islam perlu menebas semua pokok yang tidak memberitahu di mana Yahudi bersembunyi.
Yahudi! Yahudi! Adakah perkataan itu yang akan berbunyi yang diperkatakan pokok dan batu-batu apabila orang-orang Yahudi bersembunyi suatu hari nanti?
Friday, April 13, 2007
Kaedah Penyembelihan Torasik Dibenarkan
KUALA LUMPUR, 13 April (Bernama) -- Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan telah memutuskan bahawa kaedah penyembelihan torasik untuk daging yang diimport dari New Zealand dibenarkan dan daging ternakan tersebut adalah halal tertakluk kepada syarat yang ditetapkan.
Ketua Pengarah Jabatan Perkhidmatan Haiwan (JPH) Datuk Dr Abdul Aziz Jamaluddin berkata keputusan itu dibuat dalam muzakarah jawatankuasa itu ke-70 pada 29 Sept tahun lepas.
Kaedah penyembelihan ini merupakan prosedur yang dijalankan untuk ternakan selepas sembelihan iaitu tikaman dilakukan dengan pisau bagi memutuskan urat leher yang digunakan selari dengan perundangan New Zealand bagi kesejahteraan haiwan dan keselamatan negara.
"Pengauditan yang dijalankan oleh JPH dan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) ke atas rumah sembelih di New Zealand pada 7 hingga 30 Mei tahun lepas mendapati penemuan beberapa prosedur yang tidak mematuhi piawaian Halal Malaysia MS 1500:2004," katanya dalam satu kenyataan di sini hari ini.
Antara prosedurnya ialah pelumpuhan elektrik iaitu arus elektrik dikenakan pada ternakan sebelum sembelihan dilakukan untuk mengurangkan pergerakan haiwan semasa disembelih dan mengurangkan kecederaan pada pengendali ternakan tersebut.
Pengeluaran tulang belakang pula mengenakan arus elektrik pada ternakan terutama pada bebiri dan kambing di mana arus elektrik akan mengalir menerusi saraf tunjang bagi mengawal aktiviti otot ternakan semasa disembelih dan mengelakkan kecederaan pada pekerja pengendali proses penyembelihan.
Dr Abdul Aziz berkata kaedah penyembelihan torasik pula dibenarkan kerana mematuhi syarat-syarat iaitu penyembelihan dilakukan dengan sempurna, dijalankan setelah adanya pendarahan sempurna atau selepas 30 saat dan dikawal selia oleh petugas yang beragama Islam bertauliah.
"Namun, keputusan bilangan rumah penyembelihan lembu yang dibenarkan pengimportan daging ke Malaysia kekal disebabkan prosedur pelumpuhan elektrik dan pengeluaran tulang belakang yang masih diamalkan di New Zealand," katanya.
Jumlah rumah penyembelihan yang diluluskan untuk daging lembu dan bebiri atau kambing yang diimport berkurangan yang kini hanya 13 rumah seperti itu untuk bebiri yang diluluskan disebabkan kegagalan dalam mematuhi piawaian Halal Malaysia MS1500:2004.
Beliau berkata pengauditan rumah penyembelihan lembu dan bebiri di New Zealand akan bermula pada 19 hingga 28 April ini oleh pegawai JPH dan Jakim yang akan menyiasat dan memastikan prosedur ini dijalankan setelah ternakan disembelih secara sempurna, selaras dengan piawaian halal Malaysia dengan kaedah memitamkan ternakan itu menggunakan elektrik sahaja yang dibenarkan.
Daging lembu yang diimport dari New Zealand ke Malaysia pada 2000 hingga 2005 adalah antara lima dan lapan peratus daripada jumlah keseluruhan daging lembu yang diimport ke Malaysia.
Katanya daging bebiri dan kambing yang diimport dari New Zealand pula kira-kira 34 hingga 50 peratus daripada keseluruhan daging kambing dan bebiri yang diimport ke Malaysia bagi tempoh sama. - BERNAMA
Ketua Pengarah Jabatan Perkhidmatan Haiwan (JPH) Datuk Dr Abdul Aziz Jamaluddin berkata keputusan itu dibuat dalam muzakarah jawatankuasa itu ke-70 pada 29 Sept tahun lepas.
Kaedah penyembelihan ini merupakan prosedur yang dijalankan untuk ternakan selepas sembelihan iaitu tikaman dilakukan dengan pisau bagi memutuskan urat leher yang digunakan selari dengan perundangan New Zealand bagi kesejahteraan haiwan dan keselamatan negara.
"Pengauditan yang dijalankan oleh JPH dan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) ke atas rumah sembelih di New Zealand pada 7 hingga 30 Mei tahun lepas mendapati penemuan beberapa prosedur yang tidak mematuhi piawaian Halal Malaysia MS 1500:2004," katanya dalam satu kenyataan di sini hari ini.
Antara prosedurnya ialah pelumpuhan elektrik iaitu arus elektrik dikenakan pada ternakan sebelum sembelihan dilakukan untuk mengurangkan pergerakan haiwan semasa disembelih dan mengurangkan kecederaan pada pengendali ternakan tersebut.
Pengeluaran tulang belakang pula mengenakan arus elektrik pada ternakan terutama pada bebiri dan kambing di mana arus elektrik akan mengalir menerusi saraf tunjang bagi mengawal aktiviti otot ternakan semasa disembelih dan mengelakkan kecederaan pada pekerja pengendali proses penyembelihan.
Dr Abdul Aziz berkata kaedah penyembelihan torasik pula dibenarkan kerana mematuhi syarat-syarat iaitu penyembelihan dilakukan dengan sempurna, dijalankan setelah adanya pendarahan sempurna atau selepas 30 saat dan dikawal selia oleh petugas yang beragama Islam bertauliah.
"Namun, keputusan bilangan rumah penyembelihan lembu yang dibenarkan pengimportan daging ke Malaysia kekal disebabkan prosedur pelumpuhan elektrik dan pengeluaran tulang belakang yang masih diamalkan di New Zealand," katanya.
Jumlah rumah penyembelihan yang diluluskan untuk daging lembu dan bebiri atau kambing yang diimport berkurangan yang kini hanya 13 rumah seperti itu untuk bebiri yang diluluskan disebabkan kegagalan dalam mematuhi piawaian Halal Malaysia MS1500:2004.
Beliau berkata pengauditan rumah penyembelihan lembu dan bebiri di New Zealand akan bermula pada 19 hingga 28 April ini oleh pegawai JPH dan Jakim yang akan menyiasat dan memastikan prosedur ini dijalankan setelah ternakan disembelih secara sempurna, selaras dengan piawaian halal Malaysia dengan kaedah memitamkan ternakan itu menggunakan elektrik sahaja yang dibenarkan.
Daging lembu yang diimport dari New Zealand ke Malaysia pada 2000 hingga 2005 adalah antara lima dan lapan peratus daripada jumlah keseluruhan daging lembu yang diimport ke Malaysia.
Katanya daging bebiri dan kambing yang diimport dari New Zealand pula kira-kira 34 hingga 50 peratus daripada keseluruhan daging kambing dan bebiri yang diimport ke Malaysia bagi tempoh sama. - BERNAMA
Wednesday, April 11, 2007
Saturday, April 7, 2007
ULUL ALBAB: DUA CARA FAHAMI MAKNA AL-QURAN
UMAT Islam mengimani bahawa al-Quran diturunkan kepada Nabi SAW dengan membawa kebenaran dan petunjuk kepada umat manusia, sekali gus mengesahkan kebenaran kitab suci yang diturunkan sebelumnya.
Firman Allah maksudnya: “Dan Kami turunkan kepadamu (wahai Muhammad) Kitab (al-Quran) dengan membawa kebenaran, untuk mengesahkan kebenaran kitab Suci diturunkan sebelumnya dan untuk memelihara serta mengawasinya.” (Surah al-Maidah: 48)
.
Nabi SAW menjelaskan mengenai kemuliaan dan kebesaran al-Quran dalam banyak hadis antaranya, hadis disebut Ali bin Abu Thalib diriwayat oleh Harits al-A’war, katanya: "Aku berlalu di masjid, lalu aku melihat ada orang ramai mengarung (yakni mabuk bercakap mengenai perkara yang boleh membawa fitnah, pembunuhan dan permusuhan).
.
Kemudian aku menemui Ali bin Abu Thalib dan berkata kepadanya: “Wahai Amirul Mukminin, adakah tuan melihat orang ramai mengarung di dalam percakapan mereka?” Ali bertanya: "Adakah mereka melakukannya?” Aku menjawab: “Ya.’’ Maka Ali pun berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Ingat, sesungguhnya itu akan menyebabkan fitnah.’’ Saya bertanya: “Bagaimana jalan keluar daripadanya wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda: “(Berpegang) kepada kitab Allah yang menceritakan orang sebelummu dan berita orang sesudahmu, dan sebagai penghukum apa terjadi antara sesamamu.
.
Kitab Allah adalah firman yang memisahkan antara hak dan batil dan ia bukan senda gurau. Orang meninggalkan kitab Allah adalah golongan sombong dan Allah akan membinasakannya. Orang mencari petunjuk selain kitab Allah, Allah akan menyesatkannya. Kitab Allah adalah (tali) Allah yang kuat, penuh hikmah, jalan lurus, tidak condong pada hawa nafsu dan tidak berat pada setiap lisan. Ulama tidak akan kenyang padanya dan ia tidak usang oleh banyaknya diulang-ulang (bacaannya) serta tidak habis keajaibannya.
.
Jin tatkala mendengarnya berkata: (Sesungguhnya kami sudah mendengar al-Quran yang menakjubkan yang memberi petunjuk kepada jalan benar, lalu kami beriman kepadanya). Barang siapa berkata dengan al-Quran, maka benarlah dia, barang siapa mengamalkannya, dia diberi pahala, orang menetapkan hukum dengannya maka, dia adil dan barang siapa mengajak-ajak kepada al-Quran, dia mendapat petunjuk pada jalan lurus. Ambillah (kata-kata yang baik) hai A’war.” (Riwayat al-Tirmidzi dan al-Darimi)
.
Sebagai umat Islam, kita digalakkan membaca dan mengkhatamkan al-Quran sedapat mungkin lima hari sekali atau sebulan sekali. Ia lebih mendekatkan kita kepada al-Khaliq. Kita mesti membacanya dengan penuh tadabur, berfikir, merenunginya dengan khusyuk dan sedih kerana sabda Rasulullah SAW maksudnya: “Sesunguhnya al-Quran diturunkan dalam keadaan dukacita maka, apabila kamu membacanya hendaklah kamu berasakan kedukacitaan itu” (Riwayat Abu Ya'la dan Abu Nu'aim)
.
Dalam sebuah hadis Nabi SAW juga bersabda maksudnya: “Ibadah yang paling utama bagi umatku ialah membaca al-Quran.” (Riwayat Abu Nu'aim) Mengenai kandungan al-Quran, Baginda menyifatkannya seperti diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud dengan sabdanya bermaksud: "Sesungguhnya al-Quran ini adalah hidangan Allah, oleh itu hendaklah kamu menyebutnya sekadar terdaya. Sesungguhnya al-Quran ini adalah tali Allah, cahaya yang terang benderang dan penawar berguna.
.
Bacalah al-Quran kerana Allah akan memberi ganjaran ke atas setiap huruf daripada bacaanmu dengan 10 kebaikan. Aku tidak mengatakan kepadamu Alif, Lam, Mim itu satu huruf tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf." (Riwayat Al-Hakim)
.
Untuk memahami al-Quran (bagi yang tak faham bahasa Arab disarankan membaca terjemahan tafsirnya). Ada dua cara: Pertama, pembaca hendaklah menerima baik (husn al-zan) terhadap nas al-Quran dan mahu menerimanya sebagai panduan kehidupan. Persoalan ini amat berkait rapat dengan adab pembaca ketika membacanya. Antara adabnya ialah: Memilih waktu sesuai untuk membacanya; memilih tempat yang boleh menjernihkan fikiran pembaca dari hiruk pikuk ganguan; memilih posisi duduk yang sesuai dan kondisi yang sopan menggambarkan kehambaannya di sisi Allah; mensucikan diri dari kotoran lahiriah; menumpukan perhatian kepada ayat-ayat yang dibaca; tidak mengejar semua ayat dan mahu memperoleh semua perkara dalam satu masa; mengosongkan jiwa dari kesibukan menunaikan hajat dan memenuhi permintaan sebelum mulai membacanya; berhenti sejenak di depan ayat yang dibaca dan merenungi maknanya; dan cuba menjadikan bahawa pembaca sendirilah yang sedang diajak bercakap dengan ayat-ayatnya.
.
Kedua, pembaca hendaklah mengetahui disiplin berinteraksi dengannya iaitu memandang al-Quran dengan pandangan yang lengkap dan menyeluruh; memerhatikan matlamat utama al-Quran iaitu; memberi hidayah, mewujudkan peribadi muslim dan masyarakat yang Islamik berasakan tugas dakwahnya iaitu melahirkan situasi solehah yang berpaksikan amar makruf nahi mungkar; berusaha memasuki nas al-Quran secara mutlak dan menundukkan realiti yang menyalahi kepadanya; membebaskan nas al-Quran dari sebarang ikatan tempat dan masa nuzul; dan sering mengulang semula ayat-ayat yang pernah dibaca dan berusaha menambahkan pengetahuan terhadap makna-maknanya. (Zulkifli Hj Mohd Yusoff, Al-Quran : Antara Tuntutan Kefahaman)
.
Ketika membaca khataman rutin al-Quran sampai pada ayat terakhir Surah Hud, penulis teringat dan terbayangkan keadaan umat Islam hari ini. Sambil membaca dan bertadabbur (tafsir), penulis pun menitiskan air mata mengingatkan keadaan kita yang sebenar, khasnya dalam hubungan kita dengan pelaksanaan hukum Allah yang ada dalam ajaran Islam. Kita tidak konsisten (istiqamah); kita melampau; kita cenderung kepada orang yang berlaku zalim; kita lalai kewajipan solat; kita tergesa-gesa dan tidak sabar; kita tidak beramar makruf nahi mungkar; kita tidak mahu memperbaiki diri; dan kita selalu berselisih dan bergaduh sesama sendiri.
.
Hari ini di mana kita masih diumbang-ambingkan pertembungan tamadun moden. Kita masih lemah, belum sedar, belum terjaga dan belum pulih. Marilah kita kembali kepada al-Quran dan melaksanakan ajarannya sepenuhnya seperti diperintahkan Allah dalam al-Quran maksudnya: “Wahai orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam agama Islam (dengan mematuhi) segala hukum-hukumnya dan janganlah kamu menurut jejak langkah syaitan; sesungguhnya syaitan itu musuh bagi kamu yang terang nyata.” (Surah al-Baqarah: 208)
.
Penulis berharap kita semua dengan rela, lapang dada dan penuh keimanan menerima hakikat ajaran Ilahi dalam ayat ini, kemudian melaksanakannya sedapat mungkin mengikut keupayaan masing-masing daripada puncak pimpinan umat kepada yang terendah. Penulis tidak akan membuat tafsiran mahupun ulasan ke atas ayat al-Quran ini kerana pembaca adalah arif dan akan faham dengan sendirinya firman Allah SWT yang terjemahan maksudnya:
.
“Oleh itu, hendaklah engkau (wahai Muhammad) sentiasa tetap teguh di atas jalan yang betul sebagai mana diperintahkan kepadamu dan hendaklah orang yang rujuk kembali kepada kebenaran mengikutmu berbuat demikian dan janganlah kamu melampaui batas hukum Allah; sesungguhnya Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan."
.
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang berlaku zalim maka (kalau kamu berlaku demikian), api Neraka akan membakar kamu, sedang kamu tidak ada sebarang penolong pun yang lain dari Allah. Kemudian (dengan sebab kecenderungan kamu itu) kamu tidak akan mendapat pertolongan.”
.
“Dan dirikanlah sembahyang (wahai Muhammad, engkau dan umatmu), pada dua bahagian siang (pagi dan petang) dan pada waktu yang berhampiran dengannya dari waktu malam. Sesungguhnya amal kebajikan (terutama sembahyang) itu menghapuskan kejahatan. Perintah Allah yang demikian adalah menjadi peringatan bagi orang-orang yang mahu beringat.”
.
“Dan sabarlah (wahai Muhammad, engkau dan umatmu, dalam mengerjakan suruhan Allah), kerana sesungguhnya Allah tidak akan menghilangkan pahala orang yang berbuat kebaikan.”
.
“Maka sepatutnya ada di antara umat yang dibinasakan dulu daripada kamu itu, orang yang berkelebihan akal fikiran yang melarang kaumnya daripada perbuatan jahat di muka bumi tetapi sayang! Tidak ada yang melarang melainkan sedikit saja, iaitu orang yang Kami selamatkan di antara mereka dan orang yang tidak melarang itu menitik beratkan segala kemewahan yang diberikan kepada mereka dan menjadilah mereka orang yang berdosa.”
.
”Dan Tuhanmu tidak sekali-kali membinasakan mana-mana negeri dengan sebab kezaliman penduduknya, selagi mereka sentiasa memperbaiki keadaan sesama sendiri."
.
”Dan kalaulah Tuhanmu (wahai Muhammad) menghendaki, tentulah Dia menjadikan umat manusia semuanya menurut agama yang satu. (Tetapi Dia tidak berbuat demikian) dan kerana itulah mereka terus-menerus berselisihan.” (Surah Hud 112-118) Sadaqallahul ’Azim
.
Oleh Abdurrahman Haqqi (Berita Harian - 08 APR 2007)
Tuesday, February 20, 2007
Mandi, Jamu Makhluk Halus Bukan Cara Tolak Bala
SANGKAAN atau kepercayaan khurafat bahawa kononnya Safar membawa bala dan musibah berlaku sejak dulu lagi. Bagi masyarakat yang tidak usul periksa, terus menerima serta mempercayainya.
Sebagai natijahnya, kepercayaan karut-marut itu terus membelenggu mereka yang lemah jiwa dan imannya hatta terus membudayakan amalan berbau syirik itu.
Kepercayaan ada perkara sial atau bala pada sesuatu hari, bulan dan tempat itu sesungguhnya adalah sebahagian kepercayaan orang jahiliah sebelum kedatangan Islam.
Manakala amalan bersuka ria dan mandi-manda pada Safar pula dikatakan ada kaitan dengan perbuatan orang Yahudi. Perbuatan itu diriwayatkan berlaku ketika Nabi SAW sedang gering pada bulan Safar, iaitu tatkala Baginda kian menghampiri saat kewafatannya.
Kaum Yahudi yang benci kepada Nabi SAW rasa senang dan gembira mendengar berita Baginda sedang sakit.
Sebagai melahirkan rasa kegembiraan dan kesukaan, mereka mengadakan pesta mandi-manda.
Ada juga pendapat yang mengaitkan amalan mandi-manda sama ada di sungai atau di pantai pada bulan Safar itu dengan upacara keagamaan penganut Hindu yang mandi di sungai Ganga di India, tujuannya untuk mensucikan diri daripada dosa.
Sesungguhnya Allah tidak menetapkan bahawa sesuatu hari ataupun bulan tertentu itu mendatangkan bala atau membawa perkara buruk. Ini bererti bulan Safar seperti juga bulan yang lain tidak menjanjikan perkara buruk berlaku.
Seseorang boleh ditimpa musibah meskipun dia duduk senang-lenang di rumah kerana yang menentukan untung nasib atau keadaan hidupnya bukanlah hari, bulan dan kemewahan harta benda, akan tetapi semua urusan sama ada yang baik mahupun buruk itu sebahagian daripada ketentuan Ilahi.
Oleh hal yang demikian, menghindari sesuatu bencana bukanlah dengan cara mandi tolak bala atau menjamu makhluk halus yang dikatakan sebagai penyebab sesuatu musibah.
Cara yang sepatutnya ialah memohon pertolongan Allah dengan berdoa kepada-Nya, mentaati segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya terutama sekali perbuatan yang berbau syirik atau mempersekutukan Allah.
Syirik atau mempercayai ada kuasa lain selain Allah adalah satu kesalahan yang dosanya tidak diampunkan Allah.
Firman Allah yang maksudnya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia dan Dia mengampuni dosa yang selain daripada syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Sesiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya dia tersesat sejauh-jauhnya.” (Surah An-Nisaa, ayat 116).
Justeru, masyarakat Islam mesti didedahkan dengan bahaya syirik supaya mereka dapat membezakan apakah pekerjaan dan perkataan mereka selama ini mengandungi unsur syirik atau sebaliknya.
Ia penting bagi mengelakkan diri daripada membawa amalan kosong tatkala menghadap Allah kelak di padang Mahsyar.
Perlu disedari dan diinsafi bahawa setiap muslim diwajibkan menghindari musibah dan mengatasi musibah yang menimpa dirinya. Contohnya ialah seseorang itu mesti menjaga kesihatan supaya tidak terkena penyakit.
Tetapi apabila sakit, maka hendaklah berusaha mengubati penyakit itu sambil bertawakal kepada Allah supaya sembuh.
Usaha yang harus dilakukan oleh manusia untuk menghindari musibah bukan hanya dengan menghadapinya tetapi dengan mencegahnya, kerana mencegah sesuatu penyakit daripada berlaku lebih baik daripada mengubatinya.
Oleh itu, bersabarlah dan jangan putus asa menghadapi musibah kerana itu adalah takdir daripada Allah sama ada sebagai ujian atau kifarat terhadap dosa dan kesalahan yang kita lakukan.
Berita Harian, 20 FEB 2007
Sebagai natijahnya, kepercayaan karut-marut itu terus membelenggu mereka yang lemah jiwa dan imannya hatta terus membudayakan amalan berbau syirik itu.
Kepercayaan ada perkara sial atau bala pada sesuatu hari, bulan dan tempat itu sesungguhnya adalah sebahagian kepercayaan orang jahiliah sebelum kedatangan Islam.
Manakala amalan bersuka ria dan mandi-manda pada Safar pula dikatakan ada kaitan dengan perbuatan orang Yahudi. Perbuatan itu diriwayatkan berlaku ketika Nabi SAW sedang gering pada bulan Safar, iaitu tatkala Baginda kian menghampiri saat kewafatannya.
Kaum Yahudi yang benci kepada Nabi SAW rasa senang dan gembira mendengar berita Baginda sedang sakit.
Sebagai melahirkan rasa kegembiraan dan kesukaan, mereka mengadakan pesta mandi-manda.
Ada juga pendapat yang mengaitkan amalan mandi-manda sama ada di sungai atau di pantai pada bulan Safar itu dengan upacara keagamaan penganut Hindu yang mandi di sungai Ganga di India, tujuannya untuk mensucikan diri daripada dosa.
Sesungguhnya Allah tidak menetapkan bahawa sesuatu hari ataupun bulan tertentu itu mendatangkan bala atau membawa perkara buruk. Ini bererti bulan Safar seperti juga bulan yang lain tidak menjanjikan perkara buruk berlaku.
Seseorang boleh ditimpa musibah meskipun dia duduk senang-lenang di rumah kerana yang menentukan untung nasib atau keadaan hidupnya bukanlah hari, bulan dan kemewahan harta benda, akan tetapi semua urusan sama ada yang baik mahupun buruk itu sebahagian daripada ketentuan Ilahi.
Oleh hal yang demikian, menghindari sesuatu bencana bukanlah dengan cara mandi tolak bala atau menjamu makhluk halus yang dikatakan sebagai penyebab sesuatu musibah.
Cara yang sepatutnya ialah memohon pertolongan Allah dengan berdoa kepada-Nya, mentaati segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya terutama sekali perbuatan yang berbau syirik atau mempersekutukan Allah.
Syirik atau mempercayai ada kuasa lain selain Allah adalah satu kesalahan yang dosanya tidak diampunkan Allah.
Firman Allah yang maksudnya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia dan Dia mengampuni dosa yang selain daripada syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Sesiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya dia tersesat sejauh-jauhnya.” (Surah An-Nisaa, ayat 116).
Justeru, masyarakat Islam mesti didedahkan dengan bahaya syirik supaya mereka dapat membezakan apakah pekerjaan dan perkataan mereka selama ini mengandungi unsur syirik atau sebaliknya.
Ia penting bagi mengelakkan diri daripada membawa amalan kosong tatkala menghadap Allah kelak di padang Mahsyar.
Perlu disedari dan diinsafi bahawa setiap muslim diwajibkan menghindari musibah dan mengatasi musibah yang menimpa dirinya. Contohnya ialah seseorang itu mesti menjaga kesihatan supaya tidak terkena penyakit.
Tetapi apabila sakit, maka hendaklah berusaha mengubati penyakit itu sambil bertawakal kepada Allah supaya sembuh.
Usaha yang harus dilakukan oleh manusia untuk menghindari musibah bukan hanya dengan menghadapinya tetapi dengan mencegahnya, kerana mencegah sesuatu penyakit daripada berlaku lebih baik daripada mengubatinya.
Oleh itu, bersabarlah dan jangan putus asa menghadapi musibah kerana itu adalah takdir daripada Allah sama ada sebagai ujian atau kifarat terhadap dosa dan kesalahan yang kita lakukan.
Berita Harian, 20 FEB 2007
Haram Percaya Safar Bulan Bawa Bencana
Oleh Dr Engku Ahmad Zaki Engku Alwi (Berita Harian, 20 FEB 2007)
SAFAR adalah bulan kedua dalam kalendar Islam. Dalam bahasa Arab, Safar bermaksud kosong. Sudah menjadi kebiasaan orang Arab pada Safar ini, meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka kerana melaksanakan tugas penting seperti berperang, menuntut bela kematian saudara mereka, berdagang dan sebagainya.
Dalam lipatan sejarah Islam, Safar juga mencatatkan pelbagai peristiwa besar dan penting yang sewajarnya menjadi renungan bersama setiap Muslim dalam kehidupan seharian.
Di antara peristiwa penting itu ialah pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah Khuwailid. Ia berlaku sebelum Nabi dilantik menjadi Rasul. Safar juga menyaksikan kebenaran berperang yang berlaku pada tahun ke-2 Hijrah.
Peperangan pertama disertai Rasulullah SAW adalah Wudan atau Abwa' bagi menentang kekufuran. Seterusnya, peperangan Bi'r Ma'unah juga berlaku pada tahun ke-4 Hijrah, di bawah pimpinan al-Munzir 'Amr As Sa'idi.
Al-Munzir ditugaskan berdakwah dan mengajar agama Islam dan al-Quran kepada Bani 'Amir. Peperangan ini disertai 40 sahabat Rasulullah SAW.
Selain itu, Safar mencatat tragedi al-Raji'. Peristiwa ini berlaku pada tahun ke-3 Hijrah atau ke-4 Hijrah membabitkan tujuh sahabat baginda diutus bagi mengajar agama Islam kepada kaum 'Udal dan al-Qarah.
Bagaimanapun, kaum itu mengkhianati perutusan dengan melakukan serangan hendap di sebuah tempat persinggahan bernama al-Raji' di daerah 'Usfan (kawasan antara Makkah dan Madinah).
Di antara sahabat menyertai perutusan itu adalah Khubaib 'Adi, Marthad Abi Marthad al-Ghanawiy, 'Asim Thabit dan Zaid al-Dathanah. Semua sahabat dibunuh di tempat serangan kecuali Khubaib 'Adi yang dibawa ke Makkah dan dibunuh di sana. Beliau adalah orang yang pertama menunaikan solat dua rakaat sunat sebelum dibunuh yang kemudiannya menjadi ikutan sunnah.
Pembukaan Khaibar (kubu orang Yahudi) juga berlaku pada Safar tahun ke-7 Hijrah dengan disertai 20 sahabat wanita antaranya Ummu Salamah, Safiyah Abd Mutallib dan Ummu Aiman. Di dalam peperangan itu, seramai 15 sahabat gugur syahid manakala pada pihak Yahudi pula seramai 73 terbunuh.
Demikian antara peristiwa penting yang berlaku pada Safar dirakamkan oleh sejarawan untuk dijadikan bahan pengajaran kepada umat Islam.
Bagaimanapun, masih terdapat sebahagian umat Islam terutama yang lemah akidah mempercayai kepada sempena baik, prasangka buruk atau nahas terhadap Safar ini, khususnya pada Rabu akhir bulan.
Lebih malang lagi, mereka percaya bahawa pada Safar ini, Allah akan menurunkan puluhan ribu bala yang akan menimpa umat manusia, sedangkan bala sentiasa berada di mana-mana dan pada bila-bila masa yang dikehendaki Allah.
Justeru, berdasarkan kepercayaan karut itu, ada umat Islam yang menulis ayat wifiq pada kertas atau pinggan mangkuk yang kemudian diletakkan di dalam tempayan atau kolam atau perigi atau seumpamanya untuk diminum atau mandi konon untuk mendapatkan perlindungan daripada bala buruk pada hari itu.
Perlu ditegaskan bahawa kepercayaan karut seumpama itu berpunca daripada amalan atau kepercayaan jahiliah yang dilarang Islam. Sehubungan itu, Rasulullah SAW pernah bersabda yang bermaksud: “Tidak ada penyakit berjangkit, tidak ada sempena (baik atau buruk) melalui burung berterbangan, tidak ada sial pada burung hantu dan tidak ada nahas dalam Safar. Hendaklah setiap daripada kamu melarikan diri daripada pesakit kusta seperti kamu melarikan diri daripada singa yang bengis.” (Hadis riwayat Bukhari)
Maksud hadis Rasulullah SAW jelas menegaskan bahawa jangan sekali-kali umat Islam beriktikad penyakit yang berjangkit boleh memberi kesan dengan sendirinya atau sangkaan sial majal atau nahas Safar itu berupaya memudaratkan kehidupan manusia.
Sebaliknya, apa juga peristiwa buruk atau baik, berjangkit atau tidak sesuatu penyakit itu, semuanya adalah daripada kekuasaan dan kehendak Allah belaka.
Pada masa sama, Rasulullah SAW juga berpesan kepada setiap Muslim supaya mengambil langkah berwaspada ketika berhadapan sesuatu musibah dengan memerintahkan mereka melarikan diri daripada pesakit kusta dan janganlah menghampiri mereka.
Ia bukan bererti bahawa penyakit kusta boleh berjangkit dan memudaratkan orang ramai, sebaliknya larangan itu menyingkap suatu tindakan berjaga-jaga dan berusaha untuk memelihara diri daripada meletakkan diri ke kancah bahaya dan kemusnahan.
Bukankah Allah berfirman yang bermaksud: “Belanjakanlah (apa yang ada pada kamu) kerana (menegakkan) agama Allah dan janganlah kamu sengaja mencampakkan diri kamu ke dalam bahaya kebinasaan dan perelokkanlah perbuatan kamu kerana sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berusaha memperbaiki amalannya.” (Surah al-Baqarah, ayat 195)
Berdasarkan keterangan nas itu, nyatalah bahawa apa yang dipercayai dan diamalkan oleh sebahagian umat Islam selama ini, iaitu kepercayaan Safar adalah bulan nahas atau sial, burung hantu burung sial dan seumpamanya adalah kepercayaan karut dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Begitu juga upacara atau pesta mandi laut, bersuka ria dengan pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan tanpa batas kononnya untuk mengelakkan diri daripada bala Safar bertukar wajah sebagai pesta menambah dosa dan mencari bala kerana kadang-kadang ada yang mati lemas akibat kelalaian sendiri, malah ada yang tergamak melakukan perbuatan terkutuk ketika pesta berkenaan.
Selain itu, terdapat juga orang tua di negara ini yang tidak mahu mengadakan majlis perkahwinan atau majlis keramaian pada Safar kerana dikhuatiri pengantin tidak akan mendapat zuriat atau tidak bahagia.
Kepercayaan seperti itu jelas bercanggah dengan syariat Islam serta boleh menyebabkan rosaknya akidah. Dalam keadaan tertentu, ia boleh menyebabkan seseorang menjadi syirik kerana percaya kepada bulan, bukannya pada kuasa Allah.
Sebenarnya, nahas atau bala bencana itu tidak berlaku hanya pada Safar. Kepercayaan karut itu amat jelas ditolak dan dilarang dengan kerasnya oleh Islam.
Allah berfirman bermaksud: “Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang menyelamatkan kami dan (dengan kepercayaan itu) maka kepada Allah jugalah hendaknya orang yang beriman bertawakal.” (Surah at-Taubah, ayat 51)
SAFAR adalah bulan kedua dalam kalendar Islam. Dalam bahasa Arab, Safar bermaksud kosong. Sudah menjadi kebiasaan orang Arab pada Safar ini, meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka kerana melaksanakan tugas penting seperti berperang, menuntut bela kematian saudara mereka, berdagang dan sebagainya.
Dalam lipatan sejarah Islam, Safar juga mencatatkan pelbagai peristiwa besar dan penting yang sewajarnya menjadi renungan bersama setiap Muslim dalam kehidupan seharian.
Di antara peristiwa penting itu ialah pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah Khuwailid. Ia berlaku sebelum Nabi dilantik menjadi Rasul. Safar juga menyaksikan kebenaran berperang yang berlaku pada tahun ke-2 Hijrah.
Peperangan pertama disertai Rasulullah SAW adalah Wudan atau Abwa' bagi menentang kekufuran. Seterusnya, peperangan Bi'r Ma'unah juga berlaku pada tahun ke-4 Hijrah, di bawah pimpinan al-Munzir 'Amr As Sa'idi.
Al-Munzir ditugaskan berdakwah dan mengajar agama Islam dan al-Quran kepada Bani 'Amir. Peperangan ini disertai 40 sahabat Rasulullah SAW.
Selain itu, Safar mencatat tragedi al-Raji'. Peristiwa ini berlaku pada tahun ke-3 Hijrah atau ke-4 Hijrah membabitkan tujuh sahabat baginda diutus bagi mengajar agama Islam kepada kaum 'Udal dan al-Qarah.
Bagaimanapun, kaum itu mengkhianati perutusan dengan melakukan serangan hendap di sebuah tempat persinggahan bernama al-Raji' di daerah 'Usfan (kawasan antara Makkah dan Madinah).
Di antara sahabat menyertai perutusan itu adalah Khubaib 'Adi, Marthad Abi Marthad al-Ghanawiy, 'Asim Thabit dan Zaid al-Dathanah. Semua sahabat dibunuh di tempat serangan kecuali Khubaib 'Adi yang dibawa ke Makkah dan dibunuh di sana. Beliau adalah orang yang pertama menunaikan solat dua rakaat sunat sebelum dibunuh yang kemudiannya menjadi ikutan sunnah.
Pembukaan Khaibar (kubu orang Yahudi) juga berlaku pada Safar tahun ke-7 Hijrah dengan disertai 20 sahabat wanita antaranya Ummu Salamah, Safiyah Abd Mutallib dan Ummu Aiman. Di dalam peperangan itu, seramai 15 sahabat gugur syahid manakala pada pihak Yahudi pula seramai 73 terbunuh.
Demikian antara peristiwa penting yang berlaku pada Safar dirakamkan oleh sejarawan untuk dijadikan bahan pengajaran kepada umat Islam.
Bagaimanapun, masih terdapat sebahagian umat Islam terutama yang lemah akidah mempercayai kepada sempena baik, prasangka buruk atau nahas terhadap Safar ini, khususnya pada Rabu akhir bulan.
Lebih malang lagi, mereka percaya bahawa pada Safar ini, Allah akan menurunkan puluhan ribu bala yang akan menimpa umat manusia, sedangkan bala sentiasa berada di mana-mana dan pada bila-bila masa yang dikehendaki Allah.
Justeru, berdasarkan kepercayaan karut itu, ada umat Islam yang menulis ayat wifiq pada kertas atau pinggan mangkuk yang kemudian diletakkan di dalam tempayan atau kolam atau perigi atau seumpamanya untuk diminum atau mandi konon untuk mendapatkan perlindungan daripada bala buruk pada hari itu.
Perlu ditegaskan bahawa kepercayaan karut seumpama itu berpunca daripada amalan atau kepercayaan jahiliah yang dilarang Islam. Sehubungan itu, Rasulullah SAW pernah bersabda yang bermaksud: “Tidak ada penyakit berjangkit, tidak ada sempena (baik atau buruk) melalui burung berterbangan, tidak ada sial pada burung hantu dan tidak ada nahas dalam Safar. Hendaklah setiap daripada kamu melarikan diri daripada pesakit kusta seperti kamu melarikan diri daripada singa yang bengis.” (Hadis riwayat Bukhari)
Maksud hadis Rasulullah SAW jelas menegaskan bahawa jangan sekali-kali umat Islam beriktikad penyakit yang berjangkit boleh memberi kesan dengan sendirinya atau sangkaan sial majal atau nahas Safar itu berupaya memudaratkan kehidupan manusia.
Sebaliknya, apa juga peristiwa buruk atau baik, berjangkit atau tidak sesuatu penyakit itu, semuanya adalah daripada kekuasaan dan kehendak Allah belaka.
Pada masa sama, Rasulullah SAW juga berpesan kepada setiap Muslim supaya mengambil langkah berwaspada ketika berhadapan sesuatu musibah dengan memerintahkan mereka melarikan diri daripada pesakit kusta dan janganlah menghampiri mereka.
Ia bukan bererti bahawa penyakit kusta boleh berjangkit dan memudaratkan orang ramai, sebaliknya larangan itu menyingkap suatu tindakan berjaga-jaga dan berusaha untuk memelihara diri daripada meletakkan diri ke kancah bahaya dan kemusnahan.
Bukankah Allah berfirman yang bermaksud: “Belanjakanlah (apa yang ada pada kamu) kerana (menegakkan) agama Allah dan janganlah kamu sengaja mencampakkan diri kamu ke dalam bahaya kebinasaan dan perelokkanlah perbuatan kamu kerana sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berusaha memperbaiki amalannya.” (Surah al-Baqarah, ayat 195)
Berdasarkan keterangan nas itu, nyatalah bahawa apa yang dipercayai dan diamalkan oleh sebahagian umat Islam selama ini, iaitu kepercayaan Safar adalah bulan nahas atau sial, burung hantu burung sial dan seumpamanya adalah kepercayaan karut dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Begitu juga upacara atau pesta mandi laut, bersuka ria dengan pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan tanpa batas kononnya untuk mengelakkan diri daripada bala Safar bertukar wajah sebagai pesta menambah dosa dan mencari bala kerana kadang-kadang ada yang mati lemas akibat kelalaian sendiri, malah ada yang tergamak melakukan perbuatan terkutuk ketika pesta berkenaan.
Selain itu, terdapat juga orang tua di negara ini yang tidak mahu mengadakan majlis perkahwinan atau majlis keramaian pada Safar kerana dikhuatiri pengantin tidak akan mendapat zuriat atau tidak bahagia.
Kepercayaan seperti itu jelas bercanggah dengan syariat Islam serta boleh menyebabkan rosaknya akidah. Dalam keadaan tertentu, ia boleh menyebabkan seseorang menjadi syirik kerana percaya kepada bulan, bukannya pada kuasa Allah.
Sebenarnya, nahas atau bala bencana itu tidak berlaku hanya pada Safar. Kepercayaan karut itu amat jelas ditolak dan dilarang dengan kerasnya oleh Islam.
Allah berfirman bermaksud: “Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang menyelamatkan kami dan (dengan kepercayaan itu) maka kepada Allah jugalah hendaknya orang yang beriman bertawakal.” (Surah at-Taubah, ayat 51)
Kikis Kepercayaan Safar Merupakan Bulan Sial
Oleh W. RAHIMAH DERAMAN (Utusan Malaysia, 20 FEB 2007)
BERLALU sudah 3O hari Muharam di tahun baru Hijrah 1428. Kini giliran Safar meneruskan tempoh 29 hari berikutnya.
Jika Muharam bermula niat, azam dan tekad baru untuk menghijrahkan diri pada keimanan, apa pula cerita di bulan kedua dalam kalendar Hijrah bagi tahun Qamariah dalam Islam, iaitu bulan Safar ini?
Benarkah bulan Safar bulan musibah? Masih wujud lagikah amalan, adab dan budaya khurafat yang menjurus pada kufur serta syirik di kalangan umat Islam pada setiap datangnya Safar?
Cerita mengenai amalan budaya Arab jahiliyah yang meresap dalam masyarakat Melayu kuno itu terus berulang tiap kali berlalunya Muharam.
Malah, amalan khurafat dan mitos bulan Safar bagi yang jahil dan batil mengenai Islam itu dikatakan terus dilakukan segelintir Muslim yang rigid dengan adab dan budaya tinggalan kuno itu.
Jika benar, segeralah hentikan dengan beristighfar dan mohon keampunan pada Allah s.w.t. agar azam berhijrah pada keimanan awal Muharam lalu terus terpelihara. Perlu diingat amalan sebegini akan menjerumuskan Muslim pada kekufuran dan syirik.
Soalnya, mengapa bulan Safar terus dikaitkan dengan adat, budaya dan kepercayaan khurafat, tahyul serta bidaah dengan menyifatkannya sebagai bulan sial dan penuh malapetaka.
Adakah setiap musibah atau bencana yang berlaku itu hanya di bulan Safar? Jika demikian, bagaimana dengan banjir besar dalam dua fasa di Johor yang lalu dan pelbagai bencana menggemparkan yang melanda seluruh ummah sepanjang 11 bulan lain pada setiap tahun?
Logik akal sudah menjelaskan betapa dangkal, batil dan jahilnya pengamal adat, budaya dan kepercayaan karut marut sedemikian.
Mitos mengenai legenda Safar sebagai bulan sial dengan pelbagai amalan khurafat untuk menolak bala sepatutnya tidak wujud lagi. Begitu juga amalan lain yang bercanggah dengan tuntutan al-Quran dan al-sunah.
Dalam kehidupan moden serba canggih hasil kemajuan dan perkembangan ilmu sekarang, umat Islam mesti membebaskan diri dari belenggu tahyul dan khurafat.
Malah, sejak awal lagi Islam menegah apa juga amalan, adat mahupun budaya yang menjurus kepada khurafat dan tahyul kerana ia merosak dan memesongkan akidah serta syariah Islam.
Allah s.w.t. menegaskan dalam firma-Nya: Tidak ada sesuatu kesusahan (atau bala bencana) yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah, dan sesiapa yang beriman kepada Allah, Allah akan memimpin hatinya (untuk menerima apa yang telah berlaku itu dengan tenang dan sabar), dan Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu. (at-Taghaabun: 11).
Al-Quran sebaliknya meninggikan martabat dan memuliakan bulan-bulan tertentu dengan janji fadilat berganda ke atas mukmin yang menjauhi kemungkaran dan kemaksiatan sama ada sesama manusia apa lagi terhadap Allah s.w.t.
Namun, anggapan Safar sebagai bulan sial dengan mengadakan pelbagai acara ritual untuk menolak bala antara adat, budaya dan amalan khurafat serta tahyul yang terus membelenggu sekelumit Muslim.
Amalan mandi Safar untuk tolak bala dan hapus dosa ini bukan sahaja karut malah dikatakan ada hubung kait dengan kepercayaan penganut Hindu melalui ritual Sangam yang mengadakan upacara penghapusan dosa melalui pesta mandi di sungai.
Mufti Negeri Melaka, Datuk Wira Rashid Redza Salleh ketika diminta mengulas perkara ini berkata, tiada amalan istimewa atau tertentu yang dikhususkan untuk dirai pada bulan Safar sama ada berdasarkan ayat-ayat al-Quran, sunah Rasulullah s.a.w., sahabat mahupun para salafussoleh (para tabie).
“Amalan sunat di bulan Safar adalah sama seperti amalan-amalan sunat harian yang diamalkan sepanjang masa di bulan-bulan yang lain,” katanya.
Menurutnya, kepercayaan mengenai perkara sial atau bala pada sesuatu hari, bulan dan tempat itu merupakan kepercayaan orang jahiliah sebelum kedatangan Islam.
Malah tambah beliau, upacara mandi sungai atau pantai di bulan Safar ini berpunca dari kepercayaan nenek moyang terdahulu dan dikatakan ada kaitan dengan upacara keagamaan Hindu.
Dalam hubungan ini kata Rashid Redza, Rasulullah s.a.w. bersabda, Tiada jangkitan dan tiada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta seperti mana kamu melarikan diri dari seekor singa. (riwayat Bukhari)
Sementara itu, Mufti Negeri Sabah, Datuk Ahmad Alawi Adnan pula berkata, orang Islam yang jahil dan tidak kuat pegangan akidah akan terpengaruh dengan kepercayaan ini dan seterusnya melakukan upacara khurafat sedemikian.
“Khurafat bulan Safar masih berlaku kalangan segelintir Muslim di Sabah yang jahil dan tidak faham mengenai tentang ilmu agama,” katanya.
Menurut Ahmad Alawi, aktiviti karut dan khurafat ini seolah-olah jalan penyelesaian untuk mengelak mudarat sedangkan ia bertentangan dengan syarak dan akidah Islam.
Mengenai bulan Safar
1. Bulan kedua dalam kalendar Islam berdasarkan tahun Qamariah.
2. Safar bererti kosong (safir), kerana kebiasaan orang-orang Arab (jahiliah) meninggalkan rumah dan kampong untuk berperang serta membalas dendam terhadap musuh.
3. Berlaku peperangan al-Abwa’ atau Wuddan (tahun kedua Hijrah).
4. Terjadinya peperangan Zi-Amin (tahun ketiga Hijrah).
5. Terjadi peperangan (intipan) Ar-Raji’ atau Bi’ru-Ma’unah (tahun keempat Hijrah).
6. Arab jahiliah menjadikan bulan Safar sebagai bulan haram dan bulan Muharam bulan halal berperang (Islam memuliakan Muharam dengan mengharamkan peperangan).
Ingatan dan nasihat mufti
- Budaya dan amalan khurafat (Safar khususnya) adalah tidak beradab dan bercanggah dengan Islam.
- Amalan khurafat merosakkan akidah.
- Amalan khurafat selama-lamanya tidak boleh seiring dengan syariat Islam yang bersumberkan dalil dan nas yang murni.
- Merupakan tinggalan adab dan budaya yang jadi amalan masyarakat Arab Jahiliah.
- Khurafat tidak ada kaitan dengan sunah atau kelebihan bulan Safar.
- Suatu kesalahan jika menyandarkan Allah s.w.t. dengan sesuatu keburukan dan kejahatan.
- Khurafat adalah kepercayaan karut yang diada-adakan berpandukan perbuatan dan kejadian alam sekeliling mengikut hawa nafsu dan pengaruh syaitan.
- Segala pantang larang dan adat bulan Safar menyalahi ajaran Rasulullah s.a.w.
- Setiap Muslim mesti diberi dan mencari ilmu serta memahami tentang akidah Islam secara berterusan.
- Penguatkuasaan dan tindakan undang-undang syariah ke atas pengamal khurafat perlu terus dipertingkatkan.
- Hukuman maksimum dikenakan jika disabitkan dengan kesalahan.
- Media perlu mainkan peranan menjelaskan kepada masyarakat Islam.
- Pendidikan perlu ditingkatkan termasuk melalui khutbah-khutbah Jumaat dan kelas-kelas takmir di masjid serta penyebaran melalui risalah.
- Sesuatu perkara, bulan dan hari tidak boleh dijadikan ibadah (amalan) tertentu melainkan ada sumber dari al-Quran dan hadis sahih.
- Tiada sumber sahih bulan Safar boleh mendatangkan bencana dan mala petaka.
1. Mandi safar;
- Berpesta mandi beramai-ramai sama ada di pantai atau sungai.
- Menolak bala dan buang sial.
- Menghapuskan dosa.
- Berarak diiringi alunan muzik.
- Tanda kesyukuran kerana Nabi Muhammad s.a.w. sembuh dari sakit berat.
- Minum air dalam mukun (pinggan tembikar) lama bertulis nama sahabat Nabi dan simbol Islam (bulan dan bintang) untuk membersihkan dalaman tubuh.
- Menulis ayat-ayat tertentu di kertas dan mandi bersamanya.
2. Melarang mengadakan majlis perkahwinan dan pertunangan;
- Pasangan dikhuatiri tidak kekal.
- Dibimbangi tidak mendapat zuriat.
3. Menghalang bermusafir atau berpergian jauh.
- Boleh mendatangkan bahaya atau musibah.
4. Rabu minggu terakhir bulan Safar puncak hari sial;
- Upacara ritual menolak bala dan buang sial sama ada di pantai, sungai atau rumah (Mandi Safar).
- Hadiahkan kepada diri dan keluarga dengan bacaan syahadah (3 kali), beristighfar (300 kali), ayat Kursi (7 kali), surah Al-Fil (7 kali),
- Jangan keluar rumah.
5. Membaca jampi serapah tertentu untuk menolak bala sepanjang Safar.
6. Menjamu makan makhluk halus yang dikatakan penyebab sesuatu musibah.
7. Menganggap bayi lahir bulan Safar bernasib malang;
- Perlu jalani upacara timbangan buang nasib buruk.
- Penumbuk padi, kain putih, sebekas air, seikat kayu, seperiuk nasi dan tujuh biji kelapa muda diguna semasa timbangan.
8. Mempercayai dalam perut manusia ada ‘hayyah’ (ular) yang boleh mendatangkan musibah ketika lapar.
9. Bulan Safar adalah bulan sunah. Nabi s.a.w menamakannya Safar al-Khair.
10. Safar bulan Allah menurunkan kemarahan dan hukuman ke atas dunia.
11. Banyak kaum terdahulu yang tidak percaya kepada Allah dan Rasul telah lenyap pada bulan ini.
12. Mengamalkan membaca kalimah syahadah (3 kali) dan astaghfirullah (300 kali) sebagai pelindung bala.
13. Memberi sedekah setiap hari untuk Allah s.w.t. dengan niat menghindari musibah.
14. Membuat korban di hari ke-27 Safar untuk Allah s.w.t.
15. Baca surah Al-Fil (7 kali) dan Ayatul-Kursi (7 kali) setiap hari.
16. Ada 70,000 bala akan menimpa dunia dan hanya yang mengamalkan adab perlindungan akan diselamatkan Allah s.w.t.
Datuk Wira Rashid Redza Md. Salleh (Mufti Melaka):
“Sukar mengikis amalan khurafat Safar ini mungkin kerana ia telah menjadi adat dan warisan turun temurun sejak nenek moyang lagi.
“Pewaris adat kuno tidak beradab ini cetek dan lemah dalam pegangan agama dan mereka yang terlibat pula sukar untuk dipastikan,” katanya.
Datuk Ahmad Alawi Adnan (Mufti Sabah);
“Fatwa menghalang amalan khurafat bulan Safar pernah dikeluarkan oleh Pejabat Mufti Negeri Sabah pada 18 Januari 2001. Ia sebagai panduan kepada masyarakat Islam negeri ini.
“Namun seseorang itu tidak akan mampu memberi hidayah kepada seseorang lain melainkan dengan izin Allah s.w.t.
“Harus diingat, syariat Islam tidak membatalkan semua adat dan budaya terdahulu melainkan ia menyalahi syariat,” jelasnya
Narul Hawa Ishak (siswi UPM).
“Saya tidak tahu pun wujud khurafat bulan Safar dalam orang Melayu sehinggalah diberitahu oleh guru ketika belajar mengenai amalan khurafat umat Islam.
“Agak memeranjat dan menghairankan. Kenapa ini boleh berlaku jika kita percaya dengan Islam. Bukankah Allah s.w.t. yang berkuasa ke atas setiap sesuatu,” katanya.
BERLALU sudah 3O hari Muharam di tahun baru Hijrah 1428. Kini giliran Safar meneruskan tempoh 29 hari berikutnya.
Jika Muharam bermula niat, azam dan tekad baru untuk menghijrahkan diri pada keimanan, apa pula cerita di bulan kedua dalam kalendar Hijrah bagi tahun Qamariah dalam Islam, iaitu bulan Safar ini?
Benarkah bulan Safar bulan musibah? Masih wujud lagikah amalan, adab dan budaya khurafat yang menjurus pada kufur serta syirik di kalangan umat Islam pada setiap datangnya Safar?
Cerita mengenai amalan budaya Arab jahiliyah yang meresap dalam masyarakat Melayu kuno itu terus berulang tiap kali berlalunya Muharam.
Malah, amalan khurafat dan mitos bulan Safar bagi yang jahil dan batil mengenai Islam itu dikatakan terus dilakukan segelintir Muslim yang rigid dengan adab dan budaya tinggalan kuno itu.
Jika benar, segeralah hentikan dengan beristighfar dan mohon keampunan pada Allah s.w.t. agar azam berhijrah pada keimanan awal Muharam lalu terus terpelihara. Perlu diingat amalan sebegini akan menjerumuskan Muslim pada kekufuran dan syirik.
Soalnya, mengapa bulan Safar terus dikaitkan dengan adat, budaya dan kepercayaan khurafat, tahyul serta bidaah dengan menyifatkannya sebagai bulan sial dan penuh malapetaka.
Adakah setiap musibah atau bencana yang berlaku itu hanya di bulan Safar? Jika demikian, bagaimana dengan banjir besar dalam dua fasa di Johor yang lalu dan pelbagai bencana menggemparkan yang melanda seluruh ummah sepanjang 11 bulan lain pada setiap tahun?
Logik akal sudah menjelaskan betapa dangkal, batil dan jahilnya pengamal adat, budaya dan kepercayaan karut marut sedemikian.
Mitos mengenai legenda Safar sebagai bulan sial dengan pelbagai amalan khurafat untuk menolak bala sepatutnya tidak wujud lagi. Begitu juga amalan lain yang bercanggah dengan tuntutan al-Quran dan al-sunah.
Dalam kehidupan moden serba canggih hasil kemajuan dan perkembangan ilmu sekarang, umat Islam mesti membebaskan diri dari belenggu tahyul dan khurafat.
Malah, sejak awal lagi Islam menegah apa juga amalan, adat mahupun budaya yang menjurus kepada khurafat dan tahyul kerana ia merosak dan memesongkan akidah serta syariah Islam.
Allah s.w.t. menegaskan dalam firma-Nya: Tidak ada sesuatu kesusahan (atau bala bencana) yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah, dan sesiapa yang beriman kepada Allah, Allah akan memimpin hatinya (untuk menerima apa yang telah berlaku itu dengan tenang dan sabar), dan Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu. (at-Taghaabun: 11).
Al-Quran sebaliknya meninggikan martabat dan memuliakan bulan-bulan tertentu dengan janji fadilat berganda ke atas mukmin yang menjauhi kemungkaran dan kemaksiatan sama ada sesama manusia apa lagi terhadap Allah s.w.t.
Namun, anggapan Safar sebagai bulan sial dengan mengadakan pelbagai acara ritual untuk menolak bala antara adat, budaya dan amalan khurafat serta tahyul yang terus membelenggu sekelumit Muslim.
Amalan mandi Safar untuk tolak bala dan hapus dosa ini bukan sahaja karut malah dikatakan ada hubung kait dengan kepercayaan penganut Hindu melalui ritual Sangam yang mengadakan upacara penghapusan dosa melalui pesta mandi di sungai.
Mufti Negeri Melaka, Datuk Wira Rashid Redza Salleh ketika diminta mengulas perkara ini berkata, tiada amalan istimewa atau tertentu yang dikhususkan untuk dirai pada bulan Safar sama ada berdasarkan ayat-ayat al-Quran, sunah Rasulullah s.a.w., sahabat mahupun para salafussoleh (para tabie).
“Amalan sunat di bulan Safar adalah sama seperti amalan-amalan sunat harian yang diamalkan sepanjang masa di bulan-bulan yang lain,” katanya.
Menurutnya, kepercayaan mengenai perkara sial atau bala pada sesuatu hari, bulan dan tempat itu merupakan kepercayaan orang jahiliah sebelum kedatangan Islam.
Malah tambah beliau, upacara mandi sungai atau pantai di bulan Safar ini berpunca dari kepercayaan nenek moyang terdahulu dan dikatakan ada kaitan dengan upacara keagamaan Hindu.
Dalam hubungan ini kata Rashid Redza, Rasulullah s.a.w. bersabda, Tiada jangkitan dan tiada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta seperti mana kamu melarikan diri dari seekor singa. (riwayat Bukhari)
Sementara itu, Mufti Negeri Sabah, Datuk Ahmad Alawi Adnan pula berkata, orang Islam yang jahil dan tidak kuat pegangan akidah akan terpengaruh dengan kepercayaan ini dan seterusnya melakukan upacara khurafat sedemikian.
“Khurafat bulan Safar masih berlaku kalangan segelintir Muslim di Sabah yang jahil dan tidak faham mengenai tentang ilmu agama,” katanya.
Menurut Ahmad Alawi, aktiviti karut dan khurafat ini seolah-olah jalan penyelesaian untuk mengelak mudarat sedangkan ia bertentangan dengan syarak dan akidah Islam.
Mengenai bulan Safar
1. Bulan kedua dalam kalendar Islam berdasarkan tahun Qamariah.
2. Safar bererti kosong (safir), kerana kebiasaan orang-orang Arab (jahiliah) meninggalkan rumah dan kampong untuk berperang serta membalas dendam terhadap musuh.
3. Berlaku peperangan al-Abwa’ atau Wuddan (tahun kedua Hijrah).
4. Terjadinya peperangan Zi-Amin (tahun ketiga Hijrah).
5. Terjadi peperangan (intipan) Ar-Raji’ atau Bi’ru-Ma’unah (tahun keempat Hijrah).
6. Arab jahiliah menjadikan bulan Safar sebagai bulan haram dan bulan Muharam bulan halal berperang (Islam memuliakan Muharam dengan mengharamkan peperangan).
Ingatan dan nasihat mufti
- Budaya dan amalan khurafat (Safar khususnya) adalah tidak beradab dan bercanggah dengan Islam.
- Amalan khurafat merosakkan akidah.
- Amalan khurafat selama-lamanya tidak boleh seiring dengan syariat Islam yang bersumberkan dalil dan nas yang murni.
- Merupakan tinggalan adab dan budaya yang jadi amalan masyarakat Arab Jahiliah.
- Khurafat tidak ada kaitan dengan sunah atau kelebihan bulan Safar.
- Suatu kesalahan jika menyandarkan Allah s.w.t. dengan sesuatu keburukan dan kejahatan.
- Khurafat adalah kepercayaan karut yang diada-adakan berpandukan perbuatan dan kejadian alam sekeliling mengikut hawa nafsu dan pengaruh syaitan.
- Segala pantang larang dan adat bulan Safar menyalahi ajaran Rasulullah s.a.w.
- Setiap Muslim mesti diberi dan mencari ilmu serta memahami tentang akidah Islam secara berterusan.
- Penguatkuasaan dan tindakan undang-undang syariah ke atas pengamal khurafat perlu terus dipertingkatkan.
- Hukuman maksimum dikenakan jika disabitkan dengan kesalahan.
- Media perlu mainkan peranan menjelaskan kepada masyarakat Islam.
- Pendidikan perlu ditingkatkan termasuk melalui khutbah-khutbah Jumaat dan kelas-kelas takmir di masjid serta penyebaran melalui risalah.
- Sesuatu perkara, bulan dan hari tidak boleh dijadikan ibadah (amalan) tertentu melainkan ada sumber dari al-Quran dan hadis sahih.
- Tiada sumber sahih bulan Safar boleh mendatangkan bencana dan mala petaka.
1. Mandi safar;
- Berpesta mandi beramai-ramai sama ada di pantai atau sungai.
- Menolak bala dan buang sial.
- Menghapuskan dosa.
- Berarak diiringi alunan muzik.
- Tanda kesyukuran kerana Nabi Muhammad s.a.w. sembuh dari sakit berat.
- Minum air dalam mukun (pinggan tembikar) lama bertulis nama sahabat Nabi dan simbol Islam (bulan dan bintang) untuk membersihkan dalaman tubuh.
- Menulis ayat-ayat tertentu di kertas dan mandi bersamanya.
2. Melarang mengadakan majlis perkahwinan dan pertunangan;
- Pasangan dikhuatiri tidak kekal.
- Dibimbangi tidak mendapat zuriat.
3. Menghalang bermusafir atau berpergian jauh.
- Boleh mendatangkan bahaya atau musibah.
4. Rabu minggu terakhir bulan Safar puncak hari sial;
- Upacara ritual menolak bala dan buang sial sama ada di pantai, sungai atau rumah (Mandi Safar).
- Hadiahkan kepada diri dan keluarga dengan bacaan syahadah (3 kali), beristighfar (300 kali), ayat Kursi (7 kali), surah Al-Fil (7 kali),
- Jangan keluar rumah.
5. Membaca jampi serapah tertentu untuk menolak bala sepanjang Safar.
6. Menjamu makan makhluk halus yang dikatakan penyebab sesuatu musibah.
7. Menganggap bayi lahir bulan Safar bernasib malang;
- Perlu jalani upacara timbangan buang nasib buruk.
- Penumbuk padi, kain putih, sebekas air, seikat kayu, seperiuk nasi dan tujuh biji kelapa muda diguna semasa timbangan.
8. Mempercayai dalam perut manusia ada ‘hayyah’ (ular) yang boleh mendatangkan musibah ketika lapar.
9. Bulan Safar adalah bulan sunah. Nabi s.a.w menamakannya Safar al-Khair.
10. Safar bulan Allah menurunkan kemarahan dan hukuman ke atas dunia.
11. Banyak kaum terdahulu yang tidak percaya kepada Allah dan Rasul telah lenyap pada bulan ini.
12. Mengamalkan membaca kalimah syahadah (3 kali) dan astaghfirullah (300 kali) sebagai pelindung bala.
13. Memberi sedekah setiap hari untuk Allah s.w.t. dengan niat menghindari musibah.
14. Membuat korban di hari ke-27 Safar untuk Allah s.w.t.
15. Baca surah Al-Fil (7 kali) dan Ayatul-Kursi (7 kali) setiap hari.
16. Ada 70,000 bala akan menimpa dunia dan hanya yang mengamalkan adab perlindungan akan diselamatkan Allah s.w.t.
Datuk Wira Rashid Redza Md. Salleh (Mufti Melaka):
“Sukar mengikis amalan khurafat Safar ini mungkin kerana ia telah menjadi adat dan warisan turun temurun sejak nenek moyang lagi.
“Pewaris adat kuno tidak beradab ini cetek dan lemah dalam pegangan agama dan mereka yang terlibat pula sukar untuk dipastikan,” katanya.
Datuk Ahmad Alawi Adnan (Mufti Sabah);
“Fatwa menghalang amalan khurafat bulan Safar pernah dikeluarkan oleh Pejabat Mufti Negeri Sabah pada 18 Januari 2001. Ia sebagai panduan kepada masyarakat Islam negeri ini.
“Namun seseorang itu tidak akan mampu memberi hidayah kepada seseorang lain melainkan dengan izin Allah s.w.t.
“Harus diingat, syariat Islam tidak membatalkan semua adat dan budaya terdahulu melainkan ia menyalahi syariat,” jelasnya
Narul Hawa Ishak (siswi UPM).
“Saya tidak tahu pun wujud khurafat bulan Safar dalam orang Melayu sehinggalah diberitahu oleh guru ketika belajar mengenai amalan khurafat umat Islam.
“Agak memeranjat dan menghairankan. Kenapa ini boleh berlaku jika kita percaya dengan Islam. Bukankah Allah s.w.t. yang berkuasa ke atas setiap sesuatu,” katanya.
Subscribe to:
Posts (Atom)